Pohon Pinang: Tumbang Setiap Agustus, Bangsa Tumbang Setiap Hari Oleh: Saeed Kamyabi

Pohon Pinang: Tumbang Setiap Agustus, Bangsa Tumbang Setiap Hari     Oleh: Saeed Kamyabi

ZmnTv.com, Bengkulu – Setiap bulan Agustus, pohon pinang di seluruh negeri seperti mendengar sirene maut. Bukan dari ambulans, tapi dari pengeras suara panitia Agustusan:

“Mohon bantuan warga, siapa yang punya pohon pinang bisa ditebang untuk lomba panjat pinang tanggal 17 Agustus.”

Ayah pinang: tumbang.

Ibu pinang: tumbang.

Anak-anaknya: tumbang.

Keluarga besar pinang: punah demi lomba memperebutkan kulkas bekas, beras 5 kg, dan minyak goreng yang lebih cocok untuk melumasi rantai motor. (31/07/2025)

Seandainya pohon pinang bisa pindah negara, mereka sudah lama jadi warga tetap Kanada. Kalau bisa mengajukan asuransi perlindungan korban Agustus, mereka pasti sudah menuntut panitia dari Sabang sampai Merauke.

Lucunya, para panitia lomba seperti mendapat wahyu langsung dari langit: bahwa panjat pinang adalah satu-satunya cara menghormati pahlawan. Padahal, di bawah batang pinang itu, sholat Zuhur, Ashar, Maghrib terlupakan. Laki-laki dan perempuan bercampur, teriak-teriak, aurat terbuka di mana-mana. Para lelaki yang katanya “penonton setia” menatap ke atas dengan pandangan penuh air liur—bukan karena haus perjuangan, tapi haus sensasi.

Kalau para pahlawan bisa bangkit dari makamnya, saya yakin mereka akan minta “open mic” di panggung Agustusan:

“Kami dulu mati-matian merebut kemerdekaan, anak-istri kami banjir air mata. Kalian sekarang merayakan kemerdekaan dengan memanjat batang licin demi hadiah murahan? Kalian merdeka atau murahan?”

Dan di balik itu semua, ada sponsor. Nama brand terpampang besar di spanduk: “Didukung oleh Toko Sumber Murahan, PT Catatan Hutang Abadi, dan CV Janji Manis Abadi.” Sponsornya senyum lebar, pejabatnya datang potong pita, lalu foto di depan pohon pinang yang sebentar lagi jadi korban. Esoknya, berita keluar: “Sukses! Warga Antusias Rayakan HUT RI dengan Lomba Panjat Pinang.”

Tidak ada yang bertanya: Berapa biaya untuk semua ini?

Tidak ada yang bertanya: Apa manfaatnya setelah 17 Agustus lewat?

Kalau dana yang dipakai untuk lomba pinang dialihkan untuk pelatihan kerja, modal UMKM, atau program magang anak muda di bengkel, pabrik, kapal laut, bandara, atau kantor pelayanan publik—hasilnya akan terasa sampai tahun depan. Tidak perlu lagi lomba memperebutkan kulkas bekas, karena anak muda sudah bisa beli kulkas baru dari hasil kerjanya.

HUT RI ke-80 sebentar lagi. Jika kita masih merayakan kemerdekaan dengan memanjat batang licin, jangan kaget kalau generasi muda hanya mengenal kemerdekaan sebagai hiburan musiman.

Kemerdekaan bukan diukur dari berapa tinggi kita memanjat batang pinang. Kemerdekaan diukur dari seberapa tinggi kita memanjat martabat bangsa. Wallahu a’lam.

Penulis: Saeed Kamyabi

Avatar Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *