ZmnTv.com, Jakarta – Pertanyaan ini menarik karena menyoroti paradoks antara sistem ekonomi berbasis ajaran agama dan realitas kesejahteraan di berbagai negara. Jika “Sistem Ekonomi Langit” merujuk pada prinsip ekonomi yang berbasis Qur’an dan Hadits, maka ada beberapa poin yang perlu dipertimbangkan untuk menjelaskan fenomena ini:

1. Implementasi vs. Konsep Ideal 

Sistem ekonomi yang berbasis Qur’an dan Hadits memiliki prinsip keadilan, keseimbangan, dan kesejahteraan sosial (seperti zakat, larangan riba, kejujuran dalam perdagangan, dan distribusi kekayaan yang merata). Namun, dalam praktiknya, banyak negara yang mayoritas Muslim tidak menerapkan prinsip-prinsip ini secara menyeluruh. Korupsi, ketimpangan sosial, lemahnya tata kelola pemerintahan, dan rendahnya produktivitas sering kali menjadi kendala utama.

Sebaliknya, negara-negara seperti Amerika, Eropa, dan Australia justru menerapkan nilai-nilai seperti transparansi, keadilan hukum, dan kerja keras—prinsip yang sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam—meskipun mereka tidak mengklaim menjalankan “Sistem Ekonomi Langit di kutip .”  (09/03/2025)

2. Faktor Sejarah dan Peradaban

Negara-negara Barat mengalami revolusi industri dan kemajuan teknologi lebih cepat dibanding banyak negara mayoritas Muslim. Mereka memiliki sistem pendidikan yang kuat, budaya inovasi, dan akses terhadap modal yang besar sejak berabad-abad lalu. Sementara itu, banyak negara Muslim mengalami kolonialisme, konflik internal, dan transisi ekonomi yang lambat, yang menghambat perkembangan mereka.

3. Penerapan Prinsip Ekonomi Langit Tidak Harus dalam Negara Muslim  

Sistem ekonomi berbasis nilai Qur’an dan Hadits bisa saja diterapkan di mana saja, tidak terbatas pada negara mayoritas Muslim. Contohnya, etos kerja keras, kejujuran, dan kesejahteraan sosial yang ada di banyak negara Barat sejatinya adalah prinsip-prinsip Islam, meskipun mereka tidak menyebutnya demikian.

4. Ujian dan Hikmah dalam Kehidupan  

Dalam perspektif Islam, kesejahteraan materi bukan satu-satunya ukuran keberhasilan suatu sistem. Ada konsep ujian dalam kehidupan, di mana kemakmuran bisa menjadi ujian bagi sebagian orang, sementara kesulitan bisa menjadi sarana untuk meningkatkan ketakwaan. Namun, ini bukan berarti umat Islam harus pasrah terhadap kemiskinan, melainkan harus lebih giat menerapkan prinsip ekonomi yang benar.

Dilansir Saeed Kamyabi, Sistem Ekonomi Langit, jika diterapkan secara ideal, seharusnya membawa kesejahteraan. Namun, jika negara-negara Muslim masih mengalami kesulitan ekonomi, penyebabnya bukan pada ajarannya, tetapi pada bagaimana ajaran itu diimplementasikan. Negara-negara yang sejahtera saat ini sebenarnya telah mengadopsi banyak prinsip ekonomi yang selaras dengan Islam, meskipun mereka tidak menyebutnya sebagai “Sistem Ekonomi Langit”.

Jadi, tantangan sebenarnya bukan pada konsepnya, tetapi bagaimana umat Muslim dapat menerapkan sistem ini dengan lebih baik dalam kehidupan nyata. Wallahu a’lam. (*)