Kuasa Hukum PT NSP Pastikan Ajukan Banding, Usai Kecewa Putusan Hakim

Kuasa Hukum PT NSP Pastikan Ajukan Banding, Usai Kecewa Putusan Hakim

ZmnTv.com, Malang – Sidang kasus penempatan dan perekrutan ilegal Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang memasuki agenda putusan pada Rabu (10/9/2025). Ketua Majelis Hakim Kun Triharyanto menjatuhkan vonis yang jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Terdakwa Hermin Naning Rahayu dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Sementara dua terdakwa lainnya, Dian Permana dan Alti Baiquniati, masing-masing divonis 1 tahun 8 bulan penjara dengan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

JPU Kejari Kota Malang, Moh. Heriyanto, menyatakan masih pikir-pikir terhadap putusan tersebut.

“Meski pasalnya sama dengan tuntutan, namun hukuman yang dijatuhkan sangat jauh dari apa yang kami tuntut. Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pimpinan,” ujarnya kepada TribunJatim.com.

Sebelumnya, JPU menuntut Hermin dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan, serta menuntut Dian dan Alti masing-masing 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider enam bulan.

Sementara, Kuasa hukum terdakwa, Zainul Arifin, menyebut putusan tersebut masih menimbulkan kekecewaan.

“Majelis hakim sudah melihat secara objektif dengan melimpahkan tanggung jawab ke perusahaan pusat, bukan hanya perorangan. Restitusi juga tidak dibebankan ke klien kami, namun kami tetap pikir-pikir dengan putusan ini,” jelasnya.

Kuasa hukum lainnya, Amri Abdi Piliang, SH, yang juga Waketum Komnas LP-KPK, menyayangkan putusan hakim. Menurutnya, para terdakwa hanyalah karyawan PT NSP yang bertindak atas nama perusahaan berdasarkan izin resmi dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Putusan ini sangat tidak adil karena terbukti klien kami bekerja berdasarkan SK pengangkatan, SIPPMI, job order dari KJRI Hongkong, serta kontrak kerja yang sah. Kami pastikan akan mengajukan banding,” tegas Amri.

Di sisi lain, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menilai putusan tersebut jauh dari rasa keadilan. Dewan Pertimbangan SBMI, Dina Nuriyati, menyebut fakta persidangan menunjukkan adanya unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Kasus ini hanya dilihat sebagai pelanggaran prosedural penempatan, bukan kejahatan perdagangan orang. Hak restitusi bagi korban pun sama sekali tidak dipertimbangkan,” ujarnya.

SBMI menilai vonis ringan tersebut gagal memberikan efek jera bagi pelaku dan mengabaikan hak-hak korban. (*/Rd21)

Avatar Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *